Minggu, 07 November 2010

Timun Mas

Adalah seorang janda yang sudah berusia senja bernama Mbok Sirni yang sangat menginginkan seorang anak. Selama inin mbok Sirni hidup sendirian dan kesepian. Seorang anak baginya adalah tempatnya mencurahkan kasih sayang.
Suatu hari mbok Sirni pergi ke gunung untuk menemui seorang raksasa sakti.
Raksasa sakti tersebut bersedia memenuhi permintaannya dengan syarat jika nanti anak tersebut sudah dewasa maka anak tersebut harus diserahkan kepadanya untuk disantap. Mbok Sirni menyetujui syarat tersebut, maka sang raksasa memberinya biji mentimun untuk ditanam.
Mbok sirni menanam dan merawat tanaman mentimun tersebut hingga beberapa minggu kemudian tanaman tersebut berbuah dengan lebat. Di antara buah-buah mentimun tersebut ada satu yang berbeda dari buah lainnya. Buah mentimun tersebut sangat besar dan berkilau seperti emas. Mbok Sirni memetik buah mentimun tersebut dan membelahnya. Ajaib, di dalam mentimun tersebut tergolek seorang bayi perempuan yang mungil dan cantik.
“Oh, terima kasih Tuhan atas keajaiban ini!” isak mbok Sirni dengan penuh rasa syukur.
Mbok Sirni menamai anak gadisnya Timun Mas. Beliau merawat dan mencintainya dengan sepenuh hati hingga Timun mas tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Namun semakin dewasa Timun mas semakin cemas mbok Sirni. Dia teringat perjanjiannya dengan sang raksassa sakti. Tentu saja dia tidak rela menyerahkan anak yang disayanginya untuk menjadi santapan raksasa. Maka di tengah keputusasaannya, mbok Sirni menemui seorang pertapa sakti di lereng gunung untuk meminta pertolongan.
Setelah menempuh perjalanan yang sulit akhirnya mbok Sirni tiba di pertapaan. Seorang kakek tua berjubah putih menyambutnya. Dia sudah tahu apa yang diinginkan oleh mbok Sirni. Maka pertapa tersebut memberinya 4 bungkusan kecil. “Jika raksasa itu datang, suruhlah Timun mas untuk melarikan diri. Dan bawalah keempat bungkusan ini. Ini akan membantu Timun mas meloloskan diri. Isinya adalah biji mentimun, jarum, garam,dan terasi. Taburkanlah secara berurutan!” kata sang Pertapa.
Setelah memohon diri mbok pergi meninggalkan pertapaan dengan gembira.
Beberapa hari kemudian raksasa sakti itu datang hendak menagih janji. Dari kejauhan sudah terdengar dentuman langkahnya yang menggetarkan bumi. Dengan cepat mbok Sirni menyuruh Timun mas melarikan diri.
Timun mas berlari secepat kakinya bisa membawanya.
Raksasa yang melihat buruannya melarikan diri menjadi geram dan dengan cepat mengejarnya. Semakin lama jarak Timun mas dan raksasa semakin dekat.
Timun mas segera menaburkan bungkusan pertama yang berisi biji mentimun. Tiba-tiba terhamparlah ladang mentimun yang berbuah lebat. Raksasa yang sedang kelaparan segera melahap buah-buah mentimun tersebut hingga perutnya kekenyangan.
Sementara Timun mas menggunakan kesempatan tersebut untuk kembali berlari.
Sayang raksasa itu sangat sakti. Sekejap saja dia sudah akan menyusul timun mas.
Timun mas segera menaburkan jarum yang secara ajaib berubah menjadi hutan bambu yang tinggi dan berduri. Langkah raksasa itu pun terhambat karena kakinya terluka oleh duri-duri bambu.
Setelah berhasil membebaskan diri dari hutan bamboo, raksasa mempercepat langkahnya sehingga hampir menyusul Timun mas. Kembali Timun mas menaburkan kantung kecil yang kini berisi garam. Dan dalam sekejap terhamparlah lautan yang luas. Namun berkat kesaktiannya, raksasa tersebut bisa berenang dengan cepat melewati lautan tersebut.
Ketika jarak raksasa itu semakin dekat dan timun mas hampir kehabisan nafas, Timun mas menaburkan bungkusan keempatnya yang berisi terasi dan tiba-tiba saja tercipta lautan lumpur yang mendidih. Raksasa itu pun mati mengenaskan ditelan lumpur panas tersebut.
Akhirnya Timun mas bisa pulang dengan selamat dan hidup bahagia bersama mbok Sirni. 

** SEMOGA BERMANFAAT YA **                                                                   

Dongeng dari Mesir


Dewi sungai nil

 
Ahotep menatap Hayla, isterinya dengan sayang. Kerutan di dahinya menunjukkan ia sudah tak muda lagi. Tapi rasa cintanya tak sedikit pun memudar. Seperti hari-hari kemarin, mendung menggayuti wajah cantiknya. Mereka telah menikah selama lebih dari 20 tahun. Selama itu pula Ahotep telah membuktikan janjinya untuk memberikan kehidupan yang baik pada Hayla. Mereka tinggal di rumah besar yang mewah. Kekayaan mereka bisa menghidupi seratus anak. Sayang, mereka bahkan tak memiliki satu pun. Berjuta doa telah mereka panjatkan. Ribuan cara telah mereka lakukan. Sudah tak terhitung berapa ton bunga yang mereka sebar di sungai Nil dengan harapan Dewi Nil mau menolong mereka. Semuanya tak membuahkan hasil. Harapan mereka semakin memudar seiring usia mereka yang semakin uzur.
“Suamiku, sepertinya Dewi Nil sedang pergi ke hulu, makanya dia tidak bisa
mendengar doa kita,” bisik Hayla suatu sore.
“Hmmm mungkin kau benar istriku. Kalau Dewi Nil berada di hulu, kita juga harus pergi ke hulu. Jika takdir kita baik, Dewi Nil akan mendengar doa kita. Baiklah, aku akan mempersiapkan perahu dan perbekalan. Kita akan berangkat nanti malam.” Ahotep bangkit dan menepuk pipi isterinya lembut.
Purnama tak tertutup awan malam itu. Ahotep tanpa kesulitan mengarahkan perahunya melawan arus sungai Nil. Sepanjang jalan mereka terus berdoa dan menaburkan bunga-bunga. Semakin malam udara semakin dingin, namun mereka tidak perduli. Doa mereka bahkan semakin khusyuk. Angin yang berhembus mendorong perahu kecil mereka semakin dekat ke hulu.
Entah kenapa tiba-tiba perahu kecil mereka berhenti berlayar. Ahotep dan Halya saling berpandangan dengan heran. Ahotep mencoba mendayung dengan sekuat tenaga. Perahu mereka hanya berputar-putar di tempat. Lalu angin mulai bertiup dengan kencang, semakin kencang. Perahu kecil itu bergoyang-goyang hebat.
“A..ada apa ini? Suamiku, aku takut perahu kita akan terbalik.”  Hayla mencengkram pinggir perahu dengan cemas.
“Aku tak tahu istriku. Apa kita membuat kesalahan hingga Dewi Nil murka?” Ahotep sama ketakutannya dengan Hayla.
Mereka dikejutkan dengan terdengarnya suara gaib. Sepertinya datang dari dalam sungai. Suaranya berat tapi merdu meski deru angin meliuk-liukan volumenya.
“Wahai Ahotep dan Hayla, aku Dewi Sungai Nil. Hentikan ratapanmu! Apakah  kalian benar-benar menginginkan seorang anak sebagai keturunan kalian? Seberapa kuatkah keinginan kalian? Aku akan mengabulkan permintaan kalian. Tapi ingatlah wahai Ahotep dan Hayla, aku hanya meminta satu hal. Jika nanti kalian telah memiliki anak, jangan sekali-kali kalian berlayar di sungai Nil ini bersama anak kalian. Sekarang pulanglah dan nantikan anak kalian!”
Angin kembali bertiup tenang bersamaan dengan hilangnya suara gaib tersebut. Kapal pun kembali berlayar. Kali ini Ahotep mendayung perahunya cepat-cepat, tak sabar untuk segera pulang ke rumah. Hati mereka mengembang karena bahagia. Hayla memeluk suaminya dan menangis terharu. Sebentar lagi kehidupan mereka akan terasa lengkap.
“Oh, terima kasih Tuhan. Akhirnya doa kami dikabulkan.” isaknya.
Safira, artinya pujaan hati, bayi kecil yang cantik itu lahir dengan tangisnya yang keras di pagi buta. Mengumandangkan kehadirannya di dunia. Ia begitu spesial bagi masyarakat desa kecil itu, bukan hanya karena ia teramat cantik tapi juga karena ia lahir dari pasangan Ahotep dan Halya yang bukan pasangan muda.
Raja Mesir yang memerintah kala itu amat gemar beristri. Selirnya sudah tak terhitung banyaknya, tapi alisnya masih terangkat saat telinganya mendengar berita tentang kecantikan seorang gadis desa bernama Safira. Ia menunjuk pegawai kepercayaannya untuk membawakan hadiah-hadiah mewah ke rumah Safira. Raja ingin melamarnya.
Utusan tersebut membawa banyak barang pinangan seperti perhiasan, kain sutra, uang dan barang2 berharga lainnya. Halya sangat bangga putrinya dilamar oleh Raja.
“Suatu kehormatan bagi kami bisa menerima lamaran dari Raja. Kami dengan senang hati menerimanya. Lusa kami sendiri yang akan mengantar anak kami menghadap raja.”
Ahotep kurang setuju dengan keputusan Halya. “Kenapa buru-buru sih? Ingat, raja tinggal sangat jauh di hulu sungai dan kita bahkan belum meminta persetujuan Safira.”
“Ini kesempatan emas buat Safira. Tidak semua gadis beruntung bisa dilamar oleh Raja. Tidak ada alasan menolaknya. Ini kehormatan buat keluarga kita.”
Halya tidak menggubris protes suaminya juga tangisan Safira yang tidak mau dirinya dijadikan permaisuri Raja. Ia tidak suka menyakiti hati istri Raja lainnya.
Tangisan tinggal tangisan. Keputusan Halya sudah membatu. Matanya buta oleh kehormatan yang akan disandangnya. Ibu sang permaisuri. Ibu mana yang tak bangga dengan status tersebut.
Kapal telah disiapkan. Perbekalan pun telah dimuat. Halya mendandani Safira secantik mungkin. Safira yang kecantikannya seperti putri, hari ini menjelma menjadi dewi. Sayang sang dewi tampak muram. Ia tidak bersedia membuka mulutnya. Hanya matanya yang sedari tadi menitikkan bulir-bulir air mata. Mereka berangkat menuju hulu. Ahotep memeluk putrinya erat-erat, mencoba meredakan tangisnya. Sementara pandangan Hayla lurus ke depan, mungkin ia berharap segera sampai di istana Raja.
Di tengah perjalanan, angin tiba-tiba berhembus kencang membuat perahu mereka berhenti mendadak. Lalu sebuah suara yang berat tapi merdu membahana di telinga mereka.
“Wahai Ahotep dan Halya, kau lupa pesanku dulu? Kenapa kau berani membawa anakmu berlayar di sungai Nil padahal aku sudah melarangnya. Sekarang aku akan ambil kembali apa yang telah aku berikan. Ketahuilah bahwa Safira adalah Dewi sungai Nil sendiri. Hari ini dia harus kembali dan memimpin rakyatnya!”
Ahotep dan Halya terkesiap. Mereka telah melupakan janji mereka. Lalu tanpa sempat dicegah, Safira berdiri dan melompat ke sungai, kemudian hilang ditelan dalamnya air sungai Nil.
                                                   **  TAMAT **

BERBAKTI

PAHALA BAKTI KEPADA IBU

Nabi Sulaiman as, dikenal sebagai manusia yang dapat berdialog dengan segala binatang. Selain seorang Nabi, beliau juga seorang raja yang arif dan bijaksana. Atas izin Allah, Nabi Sulaiman as berhasil menundukkan Ratu Bilqis yang dibantu oleh Jin Ifrit.
Suatu ketika, Nabi Sulaiman dengan ditemani oleh jin ifrit berkelana antara langit dan bumi. Dalam pengembaraannya itu, Nabi Sulaiman sampai diatas sebuah samudra yang bergelombang sangat besar. Untuk mengendalikan gelombang itu, ia memerintahkan angin agar tak bertiup terlalu kencang. Maka tenanglah samudra itu.
Dari atas samudra yang kini telah tenang, Nabi Sulaiman tiba-tiba melihat sebuah cahaya yang berasal dari dasar samudra. Kemudian diperintahkannya jin ifrit untuk menyelam dan melihat benda apa yang bersinar begitu indahnya.
Ketika jin ifrit menyelam kedasar samudra, dilihatnya sebuah kubah yang terbuat dari permata putih tanpa lubang, dan ternyata sinar yang memancar sampai keatas permukaan samudra itu datangnya dari kubah tersebut. Oleh jin ifrit kubah itu kemudian diangkat keatas samudra dan ditunjukkan kepada Nabi Sulaiman.
Melihat kubah tanpa lubang yang terbuat dari permata itu Nabi Sulaiman menjadi heran. “Kubah apa gerangan ini, dan kenapa berada didalam dasar samudra ?’ gumamnya.
Dengan memohon pertolongan Allah, Nabi Sulaiman membuka tutup kubah itu. Dan betapa terkejutnya ketika melihat ada seseorang pemuda yang tinggal didalamnya.
“Siapakah engkau ini / Termasuk kelompok jin atau manusia dirimu ?” tanya Nabi Sulaiman keheranan.
“Aku adalah manusia”, jawab pemuda itu tenang.
“Bagaiman kau bisa memperoleh kharomah seperti ini ?” tanya Nabi Sulaiman lagi.
Pemuda itu kemudian menceritakan riwayatnya bagaimana hingga dirinya memperoleh kharomah dai Allah dan bisa tinggal didalam kubah dan berada didasar samudra.
Dulu ketika ibunya masih hidup, yang saat itu sudah tua dan renta, pemuda itulah yang memapah dan menggendongnya kemanapun pergi. Pemuda itu sangat berbakti kepada orang tuanya, dan ibunya selalu mendoakan anaknya. Salah satu do’anya, ia mengharap anaknya selalu diberi rezeki dan perasaan puas diri. Dan semoga anaknya ditempatkan disuatu tempat yang tak ada dibumi dan tak ada di langit.
“Setelah ibu wafat, aku menyusuri sepanjang pantai. Dan dalam perjalanan itu kulihat sebuah kubah yang terbuat dari permata. Ketika kudekatikubah itu, tiba-tiba terbuka pintunya sehingga aku dapat masuk kedalamnya”, tutur pemuda itu kepada Nabi Sulaiman.
Nabi Sulaiman yang dikenal dapat berjalan diantara langit dan bumimenjadi kagum terhadap pemuda itu.
“Bagaimanakah kau bisa hidup didalam kubah yang berada didasar samudra ?”, tanya Nabi Sulaiman ingin tahu lebih lanjut.
“Disaat berada didalam kubah, aku sendiri tak tahu tengah berada dimana. Di langitkah atau di bumi, tetapi Allah selalu memberi rezeki kepadaku”.
“Bagaimana Allah memberi makan dan minum kepadamu ?’
“Jika aku merasa lapar, Allah menciptakan pohon dan tanaman didalam kubah. Buahnya itulah yang kumakan. Bila aku merasa haus, maka keluarlah bersih. Warnanya lebih putih dari susu, dan rasanya lebih manis dari madu”.
“Lalu bagaimanakah kau mengetahui perbedaan antara siang dan malam ?” Nabi Sulaiman terus bertanya, beliau semakin terheran-heran.
“Bila telah terbit fajar, kubah itu menjadi putih. Dari situ aku mengetahui kalau saat itu adalah siang hari. Bila matahari terbenam, saat malam tiba kubah akan menjadi gelap”.
Mendengar kisah yang dituturkan pemuda itu, Nabi Sulaiman mengangguk-angguk. Sungguh besar Kuasa Allah atas diri pemuda itu.
Selesai menuturkan kisahnya, pemuda itu kemudian berdoa kepada Allah, maka pintu kubah itu tertutup kembali dan pemuda tersebut tetap tinggal didalamnya. Jin ifrit kemudian mengembalikan kubah itu ketempat asalnya, yaitu didasar samudra. Demikianlah kharomah bagi seorang pemuda yang sangat berbakti kepada orang tuanya.
Sekian dongeng anak muslim ini dibuat. Semoga apa yang diceritakan diatas dapat diambil hikmahnya. Gali makna tersirat dalam cerita ini agar hidup ini lebih indah.
Salam hangat selalu. Nikmati hidup yang indah dengan berbagi keceriaan.