Kamis, 04 November 2010

GUNUNG BATU HAPU


Legenda Gunung Batu Hapu

 Tidak berapa jauh dari kota Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin Propinsi Kalimantan Selatan terdapat dua desa bernama Tambarangan dan Lawahan. Menurut cerita orang tua-tua, dahulu kala di perbatasan kedua desa itu hiduplah seorang janda miskin bersama putranya. Nama janda itu Nini Kudampai, sedangkan nama putranya Angui.
Mereka tidak mempunyai keluarga dekat sehingga tidak ada yang membantu meringankan beban anak beranak itu. Walaupun demikian, Nini Kudampai tidak pernah mengeluh. Ia bekerja sekuat tenaga agar kehidupannya dengan anaknya terpenuhi.
Saat itu, Angui masih kecil sehingga ia masih senang bermain, belum ada kesadaran untuk menolong ibunya bekerja. Angui tidak mempunyai teman sebaya sebagai teman bermain. Sebagai gantinya, ia ditemani tiga ekor hewan kesayangannya, yaitu ayam jantan putih, babi putih, dan seekor anjing yang juga putih bulunya. Ke mana pun ia pergi, ketiga ekor hewan kesayangan itu selalu menyertainya. Mereka tampak sangat akrab.
Pada suatu hari, ketika Angui sedang bermain di halaman rumah, melintaslah seorang saudagar Keling. Saudagar itu amat tertarik kepada Angui setelah menatap Angui yang sedang bermain. Ia berdiri tidak begitu jauh dari tempat Angui bermain. Angui terus diamatinya. Dari hasil pengamatan itu, ia mendapatkan sesuatu yang menonjol pada penampilan Angui. Air muka Angui selalu jernih dan cerah. Ubun-ubunnya kelihatan berlembah. Dahinya lebar dan lurus. Jari-jarinya panjang dan runcing ke ujung. Di ujung-ujung jari itu terdapat kuku laki yang bagus bentuknya. Satu hal yang memikat adalah adanya tahi lalat yang dimiliki Angui. Tahi lalat seperti itu dinamakan kumbang bernaung.
Saudagar Keling mendapat firasat bahwa tanda-tanda fisik yang dimiliki Angui menunjukkan nasib balk atau keberuntungannya. Barang siapa memelihara anak itu akan bernasib mujur.
“Aku harus mendapatkan anak itu,” katanya dalam hati. Tanpa menyia-nyiakan waktu, saudagar itu segera menemui Nini Kudampai, sang ibu. Dengan keramahan dan kefasihan lidahnya berbicara selain janji-janji yang disampaikan, ia dapat menaklukkan hati Nini Kudampai. Nini Kudampai tidak keberatan jika Angui diasuh dan dipelihara saudagar itu. Angui pun amat tertarik untuk mengikuti saudagar itu pulang ke negerinya.
“Anak lbu tidak akan hilang,” kata saudagar itu meyakinkan. “Percayalah Bu, suatu saat kelak ia pasti kembali menemui ibunya, bukan sebagai Angui yang sekarang ini, tetapi sebagai orang ternama.”
Walaupun Nini Kudampai telah merelakan kepergian anaknya, ia tidak dapat menyembunyikan rasa harunya ketika akan berpisah. Kesedihan dan keharuan kian bertambah ketika Angui meminta agar ketiga hewan teman bermainnya selama ini dipelihara sebaik-baiknya oleh ibunya.
“Bu, tolong Ibu jaga babi putih, anjing putih, dan ayam putihku. Jangan Ibu sia-siakan!” kata Angui sambil mencium tangan ibunya dengan linangan air mata.
Saudagar Keling pulang ke negerinya dan tiba dengan selamat bersama Angui. Angui diasuh dan dipeliharanya, tak ubahnya memelihara anak kandung. Angui hidup bermanja-manja karena kehendaknya selalu dikabulkan orang tua asuhnya. Kemanjaan itu berakibat buruk kepadanya. Ia lupa diri dan menjadi anak nakal, pemalas, serta pemboros.
Saudagar Keling sering tercenung seorang diri.
“Firasatku ternyata salah,” katanya dalam hati, “rupanya keadaan lahir belum tentu mencerminkan sifat dan watak seseorang.”
Saudagar Keling merasa tidak mampu lagi menjadi orang tua asuh Angui. Kehadiran Angui dalam keluarga itu hanya menyusahkannya saja. Tidak ada jalan lain yang dapat ditempuh selain mengusir Angui. Saudagar Keling itu tidak mau memeliharanya lagi.
Angui amat menyesali kelakuannya selama ini. Apa dayanya karena sesal kemudian tiada guna. Ia hidup luntang-lantung tiada arah. Kesempatan baik telah disia-siakannya.
Syukurlah, lambat laun Angui mampu mengatasi keputusasaannya.
“Aku harus menjadi manusia yang berhasil,” katanya penuh tekad.
Ia menanggalkan sikap malasnya dan mau bekerja membanting tulang. Ia tidak merasa malu melakukan pekerjaan apa pun, asal pekerjaan itu halal.
Beberapa tahun kemudian, berkat kerja keras dan kejujurannya dalam bekerja, is menjadi seorang saudagar kaya. Kekayaannya tidak kalah dibanding kekayaan saudagar Keling yang pernah menjadi orang tua asuhnya. Ketenarannya melebihi saudagar Keling itu.
Akhirnya, kekayaan Angui melebihi kekayaan siapa pun di negeri Keling itu. Namanya makin terkenal setelah is berhasil menyunting putri raja Keling menjadi istrinya. Sejak menjadi menantu raja, Angui mendapat nama baru, yakni Bambang Padmaraga.
Meskipun sudah kaya, Angui alias Bambang Padmaraga sering terkenang kampung halamannya. Ia amat rindu kepada ibunya, Nini Kudampai. Ia juga teringat pada babi putih, anjing putih, dan ayam putih, ketiga teman bermain yang disayanginya. Selain itu, ia ingin memperkenalkan istrinya kepada ibunya dan menunjukkan keberhasilannya di perantauan. Ia ingin membahagiakan ibunya yang bertahun-tahun ditinggalkannya tanpa berita.
Pada suatu hari, Angui mempersiapkan sebuah kapal yang lengkap dengan anak buahnya. Tidak lupa pula bekal untuk perjalanan jauh dan cendera mata, Inang pengasuh bagi istrinya turut serta dalam pelayaran ke negerinya. Ia dan istrinya menempati sebuah bilik khusus di dalam kapal yang ditata begitu apik seperti dalam sebuah istana.
Berita kembalinya Angui dan istrinya, putri raja Keling, dengan naik kapal segera tersiar ke seluruh penjuru. Nini Kudampai pun mendengar dengan penuh rasa syukur dan sukacita. Apalagi kapal putranya itu konon merapat dan bersandar tidak berapa jauh dari kediamannya.

 
Nini Kudampai segera berangkat ke pelabuhan dengan menggiring ketiga hewan piaraan teman bermain Angui, yaitu babi putih, anjing putih, dan ayam putih. Ia berharap agar Angui segera mengenalinya dengan melihat ketiga hewan itu.
Nini Kudampai pun berseru melihat Angui berdiri berdampingan dengan istrinya di atas kapal, “Anakku!”
Sebenarnya, Angui mengenali ibunya dan ketiga hewan piaraannya. Akan tetapi, ia malu mengakuinya di hadapan istrinya karena penampilan ibunya sangat kumal. Jauh berbeda dengan ia dan istrinya. Ia memalingkan muka dan memberi perintah kepada anak buahnya, “Usir perempuan jembel itu!”
Hancur Iuluh hati Nini Kudampai diusir dan dipermalukan putra kandung yang dilahirkan dan dibesarkannya. Angui mendurhakainya sebagai ibu kandung. Ibu yang malang itu segera pulang ke rumah. Tiba di rumah, is memohon kepada Yang Mahakuasa agar Angui menerima kutukan.
Belum pecah riak di bibir, begitu selesai Nini kudampai menyampaikan permohonan kepada Tuhan, topan pun mengganas. Petir dan halilintar menggelegar membelah bumi. Kilat sabung-menyabung dan langit mendadak gelap gulita. Hujan deras bagai dituang dari langit. Gelombang menggulung kapal bersama Angui dan istri serta anak buahnya. Kapal dan segenap isinya itu terdarnpar di antara Tambarangan dan Lawahan. Akhirnya, kapal dan isinya berubah menjadi batu.
Itulah sekarang yang dikenal sebagai Gunung Batu Hapu, yang telah dibenahi pemerintah menjadi objek pariwisata. Setiap saat, terutama hari libur, tempat itu banyak dikunjungi orang.

Pengembara dan Beruang


Dua Orang Pengembara dan Seekor Beruang 


Dua orang berjalan mengembara bersama-sama melalui sebuah hutan yang lebat. Saat itu tiba-tiba seekor beruang yang sangat besar keluar dari semak-semak di dekat mereka.
Salah satu pengembara, hanya memikirkan keselamatannya dan tidak menghiraukan temannya, memanjat ke sebuah pohon yang berada dekat dengannya.
Pengembara yang lain, merasa tidak dapat melawan beruang yang sangat besar itu sendirian, melemparkan dirinya ke tanah dan berbaring diam-diam, seolah-olah dia telah meninggal. Dia sering mendengar bahwa beruang tidak akan menyentuh hewan atau orang yang telah meninggal.
Temannya yang berada di pohon tidak berbuat apa-apa untuk menolong temannya yang berbaring. Entah hal ini benar atau tidak, beruang itu sejenak mengendus-endus di dekat kepalanya, dan kelihatannya puas bahwa korbannya telah meninggal, beruang tersebutpun berjalan pergi.
Pengembara yang berada di atas pohon kemudian turun dari persembunyiannya.
"Kelihatannya seolah-olah beruang itu membisikkan sesuatu di telingamu," katanya. "Apa yang di katakan oleh beruang itu"
"Beruang itu berkata," kata pengembara yang berbaring tadi, "Tidak bijaksana berjalan bersama-sama dan berteman dengan seseorang yang membiarkan dan tidak menghiraukan temannya yang berada dalam bahaya."

Kemalangan dapat menguji sebuah persahabatan

Jack si Pemalas

Pada suatu masa, hiduplah seorang anak laki-laki yang bernama Jack dan hidup bersama dengan ibunya. Mereka sangatlah miskin dan ibunya yang sudah tua itu menghidupi mereka dengan berkerja sebagai penenun, tetapi Jack sendiri adalah anak yang sangat malas dan tidak pernah mau melakukan apapun selain berjemur di matahari pada hari yang panas, dan duduk di sudut rumah saat musim dingin. Sehingga dia dipanggil Jack si Pemalas. Ibunya sendiri tidak pernah dapat membuat Jack melakukan sesuatu untuknya, dan akhirnya suatu hari da berkata kepada Jack, bahwa apabila dia tidak mulai bekerja dan menghidupi dirinya sendiri, ibunya itu tidak akan memperdulikan dia lagi.
Hal ini merisaukan Jack, dan dia lalu keluar rumah mencari pekerjaan pada hari berikutnya di tetangganya yang petani dan berhasil mendapatkan satu penny (mata uang Inggris); tetapi karena selama ini dia tidak pernah pulang kerumah sambil memegang uang, dia kehilangan uangnya ketika melewati sebuah sungai.
"Anak bodoh," kata ibunya, "kamu seharusnya menaruh uangmu di kantong."
"Saya akan melakukannya lain kali," kata Jack si Pemalas.
Hari berikutnya, Jack kembali keluar untuk bekerja pada seorang pembuat roti yang tidak memberinya apa-apa kecuali seekor kucing yang besar. Jack lalu mengambil kucing tersebut, dan membawanya dengan hati-hati di tangannya, tetapi kucing tersebut mencakar tangannya sehingga dia harus melepaskan kucing tersebut yang kemudian lari menghilang.
Ketika dia pulang kerumah, ibunya berkata kepadanya, "Kamu anak yang bodoh, seharusnya kamu mengikatnya dengan tali dan menariknya untuk mengikutimu."

"Saya akan melakukannya lain kali," kata Jack.

Pada hari berikutnya, Jack keluar dan bekerja pada seorang penjagal, yang memberikan dia hadiah berupa daging domba yang besar. Jack mengambil daging domba tersebut, mengikatnya dengan tali, dan menyeretnya di tanah sepanjang jalan, sehingga ketika dia tiba dirumah, daging domba tersebut telah rusak sama sekali. Ibunya kali ini tidak berkata apa apa kepadanya, dan pada hari minggu, ibunya mengharuskan dia membawa pulang kubis untuk dimasak nanti.

"Kamu harus membawanya pulang dan memanggulnya di pundakmu."

"Saya akan melakukannya di lain waktu," kata Jack.

Pada hari senin, Jack si Pemalas bekerja pada seorang penjaga ternak, yang memberikan dia seekor keledai sebagai upahnya.Walaupun Jack sangat kuat, dia masih merasa kewalahan untuk menggendong keledai itu di pundaknya, tetapi akhirnya dia memanggul keledai tersebut di pundaknya dan berjalan pelan ke rumah membawa hadiahnya. Di tengah perjalanan dia berjalan di depan sebuah rumah dimana rumah tersebut di huni oleh orang kaya dengan seorang anak gadis satu-satunya, seorang gadis yang sangat cantik, yang tuli dan bisu. Dan gadis tersebut tidak pernah tertawa selama hidupnya. Dokter pernah berkata bahwa gadis itu tidak akan pernah bisa berbicara sampai seseorang bisa membuatnya tertawa. Ayahnya yang merasa sedih itu berjanji bahwa dia akan menikahkan anak gadisnya dengan laki-laki yang bisa membuat anak gadisnya tertawa. Disaat itu juga sang gadis kebetulan melihat keluar jendela pada saat Jack lewat di depan rumahnya sambil menggendong keledai di bahunya; dimana keledai tersebut menendang-nendangkan kakinya ke udara secara liar dan meringkik-ringkik dengan keras. Pemandangan itu begitu lucu sehingga sang putri tertawa tergelak-gelak dan saat itu juga memperoleh kemampuannya untuk mendengar dan berbicara. Ayahnya yang begitu bahagia melihat anaknya telah dapat berbicara dan mendengar, memenuhi janjinya dengan menikahkan anak gadisnya itu dengan Jack si Pemalas, yang kemudian menjadi orang yang kaya juga. Mereka kemudian tinggal bersama-sama di sebuah rumah yang besar dengan ibu Jack dan hidup berbahagia hingga akhir hayat mereka.

KAMBING DAN KERBAU


Kerbau dan Kambing



Seekor kerbau jantan berhasil lolos dari serangan seekor singa dengan cara memasuki sebuah gua dimana gua tersebut sering digunakan oleh kumpulan kambing sebagai tempat berteduh dan menginap saat malam tiba ataupun saat cuaca sedang memburuk. Saat itu hanya satu kambing jantan yang ada di dalam gua tersebut. Saat kerbau masuk kedalam gua, kambing jantan itu menundukkan kepalanya, berlari untuk menabrak kerbau tersebut dengan tanduknya agar kerbau jantan itu keluar dari gua dan dimangsa oleh sang Singa. Kerbau itu hanya tinggal diam melihat tingkah laku sang Kambing. Sedang diluar sana, sang Singa berkeliaran di muka gua mencari mangsanya.
Lalu sang kerbau berkata kepada sang kambing, "Jangan berpikir bahwa saya akan menyerah dan diam saja melihat tingkah lakumu yang pengecut karena saya merasa takut kepadamu. Saat singa itu pergi, saya akan memberi kamu pelajaran yang tidak akan pernah kamu lupakan."

Sangatlah jahat, mengambil keuntungan dari kemalangan orang lain.